“PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS
VII MTS MASMUR PEKANBARU”
Oleh:
*Riki Sutiono
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa? Dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah “Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa?"
Bentuk penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen dan desain yang digunakan adalah Posttest-only Design with Nonequivalent Group. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru yang berjumlah 75 orang dan objek penelitian ini adalah hasil belajar fiqih siswa kelas.
Pengambilan
data dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi, tes dan lembar observasi
yang dilakukan setiap kali pertemuan. Dalam penelitian ini, pertemuan
dilaksanakan selama enam kali, yaitu empat kali pertemuan dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team’s Achievement Division (STAD),
satu pertemuan dilaksanakan postes, dan satu pertemuan lagi
dilaksanakan ujian praktek. Untuk mengetahui hasil
penelitian tersebut peneliti menggunakan rumus tes-t, yaitu untuk mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar fiqih siswa.
Berdasarkan
hasil analisis data tersebut, diambil kesimpulan bahwa Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dapat
mempengaruhi hasil belajar fiqih siswa. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya
peningkatan hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dibandingkan dengan
hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: Kooperatif Tipe STAD, Hasil Belajar
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang mempunyai sejumlah komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi
antara satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan yang direncanakan. Salah satu
komponen dari sistem pembelajaran tersebut adalah hasil belajar. Hasil belajar
dalam proses pembelajaran merupakan sebuah keluaran (out put) yang dihasilkan dari adanya masukan (input) serta proses. Masukan (input)
tersebut diproses sehingga menghasilkan keluaran (out put) tertentu, setelah itu diadakan evaluasi terhadap out put, dan hasil evaluasi dari out put tersebut berfungsi sebagai umpan
balik (feed back) dalam melakukan
perbaikan atau revisi, baik itu terhadap proses maupun terhadap input. Atas dasar inilah seluruh komponen sistem
berhubungan dan berinteraksi.[1]
Di samping itu, hasil belajar juga dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Yakni guru dapat melihat sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar mempunyai fungsi yang sangat urgen dalam proses
pembelajaran.
Salah satu mata pelajaran
yang diajarkan dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah Fiqih. Fiqih atau fiqh dalam bahasa Arab, secara harfiah
fiqih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 122:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan (pemahaman) mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.(QS. At-Taubah :122).
Beberapa ulama
memberikan penguraian bahwa arti fiqih secara terminologi yaitu fiqih merupakan
suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur'an
dan Sunnah. Selain itu fiqih juga merupakan ilmu yang membahas hukum
syar'iyyah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam
ibadah maupun dalam muamalah. Fiqih merupakan salah
satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan
hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama fiqih
seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih sebagai pengetahuan seorang
muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.[2]
Mata pelajaran Fiqih dalam kurikulum Madrasah
Tsanawiyah merupakan salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diarahkan untuk menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum Islam,
yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[3]
Salah
satu indikator keberhasilan siswa menguasai fiqih dapat dilihat dari hasil belajar
fiqih siswa. Hasil yang diharapkan adalah hasil belajar fiqih yang mencapai
ketuntasan belajar fiqih siswa. Siswa dikatakan tuntas apabila nilai hasil belajar fiqih siswa telah
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah.
Kenyataannya
di lapangan yang diperoleh dari guru bidang studi fiqih kelas VII MTS Masmur Pekanbaru, masih banyak
siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Dalam
menghadapi permasalahan tersebut, guru sudah mengupayakan perbaikan-perbaikan
untuk meningkatkan proses pembelajaran. Namun kenyataannya hal itu belum berpengaruh
pada proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari beberapa gejala sebagai
berikut:
1.
Hasil belajar fiqih siswa secara klasikal masih rendah, ketuntasan secara klasikal di bawah 75 % sedangkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) adalah ≥75%.
2.
Jika diberi soal latihan,
banyak siswa yang tidak bisa mengerjakannya.
3.
Ketika
guru bertanya, hanya sebagian siswa yang bisa menjawab.
Gejala-gejala tersebut tentunya tidak lepas dari
proses pembelajaran fiqih itu sendiri. Berdasarkan
pengamatan peneliti terhadap proses pembelajaran fiqih di kelas VII MTs Masmur Pekanbaru pada semester ganjil tahun pelajaran
2011/2012, terlihat bahwa ketika guru
menjelaskan materi, memberi contoh soal, memberi kesempatan kepada siswa untuk
bertanya, namun hanya siswa itu saja yang aktif bertanya. Kemudian guru
memberikan latihan kepada siswa tetapi hanya siswa yang unggul saja yang
bekerja sementara siswa lainnya hanya bermain-main di dalam kelas. Siswa yang
unggul kurang mau memberikan informasi atau membantu temannya yang lemah,
sedangkan siswa yang lemah enggan bertanya kepada siswa yang unggul. Hal ini
mengakibatkan hanya siswa-siswa yang unggul saja yang aktif dalam proses
pembelajaran, sedangkan siswa yang lemah kurang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Guru
telah berusaha melakukan perbaikan dengan mengadakan pembelajaran kelompok yang bertujuan
agar semua siswa dapat ikut aktif dalam proses pembelajaran. Namun pelaksanaannya
belum sesuai dengan yang diharapkan. Pada saat mengerjakan tugas kelompok masih
ada siswa yang tidak bekerja, mereka hanya menunggu jawaban dari temannya tanpa
berusaha mencari terlebih dahulu dan ada siswa yang mendominasi kelompok dengan melakukan
sendiri pekerjaan kelompok. Hal ini menunjukkan masih banyak siswa yang belum
mampu bekerja sama dalam kelompok dengan baik. Selain itu siswa hanya belajar
dalam kelompok biasa tanpa adanya variasi. Hal ini menyebabkan kurang
berminatnya siswa untuk berdiskusi.
Uraian yang telah
dikemukakan di atas menunjukkan
bahwa masih perlu adanya perbaikan dalam usaha meningkatkan
hasil belajar fiqih siswa dengan menerapkan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD). Model pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) ini
membuat siswa
tidak terlalu tergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain. Metode
ini dikembangkan
oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins.[4]
Pada pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD), para siswa dibagi ke dalam
tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi
secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk
saling bantu. Selanjutnya masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan
tingkat kemajuan yang diraih siswa melalui kuis yang diberikan oleh guru. Kemudian
poin tersebut dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil
mendapatkan poin tertinggi akan mendapatkan penghargaan.[5]
Gagasan utama dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru serta meningkatkan hasil belajar siswa.[6] Sehubungan dengan uraian di atas, maka peneliti tertarik akan mencoba melakukan penelitian dengan bentuk penelitian eksperimen. Karena melalui penelitian eksperimen kita dapat mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan dari model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru, yaitu dengan cara menguji cobakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) di kelas VII MTs Masmur Pekanbaru. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul: Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Fiqih Siswa Kelas VII MTs Masmur Pekanbaru.
B.
Konsep Teoritis
1.
Pengertian Hasil Belajar Fiqih
Hasil belajar Fiqih merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari tiga suku kata, yaitu “hasil“ ,“belajar“, dan “fiqih”, yang masing-masing suku kata
tersebut memiliki arti
yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna
hasil belajar fiqih, akan dibahas
dulu pengertian “hasil“, “belajar”, dan “fiqih”.
Hasil dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai pendapatan, perolehan yang didapat dari sesuatu
yang memberi guna.[7]
Menurut Djamarah, hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil
tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk
menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat
besar. Hanya dengan keuletan, sungguh- sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk
mancapainya. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil merupakan suatu
prestasi yang didapat dari suatu kegiatan yang telah diciptakan atau dikerjakan
secara sungguh-sungguh baik yang dilakukan secara individu maupun secara
kelompok.
Menurut Djamarah, belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.[8]
Sudjana menyatakan belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan
dan kemampuan.[9] Slameto menyatakan
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[10] Belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku di dalam kepribadian manusia dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan dan daya pikir.[11] Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses berupa
serangkaian kegiatan jiwa raga yang dialami
oleh siswa itu sendiri yang ditandai dengan adanya perubahan, dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, kemampuan dan daya fikir pada diri siswa sebagai hasil dari
pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungan.
Kata hasil dan belajar bila digabungkan menjadi satu, maka akan timbul
makna lain. Adapun pengertian hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.[12] Dimyati dan
Mudjiono menyatakan hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk
angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir
pembelajaran.[13] Djamarah dan Zain menyatakan hasil belajar yaitu perubahan jiwa
yang disebabkan masuknya kesan baru sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku
seseorang yang terjadi setelah berakhirnya aktivitas belajar.[14]
Roestiyah menyatakan hasil belajar merupakan pengukuran pengajaran yaitu
keberhasilan belajar siswa.[15] Mulyasa
menyatakan hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara
keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku
yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dinyatakan dalam
angka-angka atau skor dari hasil tes setelah proses pembelajaran.
Fiqih adalah salah satu
bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum Islam, yang
kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[16]
Hasil belajar fiqih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dicapai atau dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau skor dari hasil tes setelah proses pembelajaran fiqih melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD).
a.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil
Belajar Fiqih
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, Muhibbin Syah
membaginya ke dalam tiga faktor, yaitu:
1) Faktor internal siswa adalah faktor yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri,
yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis adalah aspek yang
menyangkut tentang kondisi fisik siswa dan aspek psikologis meliputi tingkat
kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan kemampuan kognitif siswa.
2) Faktor eksternal siswa adalah faktor yang
berasal dari luar diri siswa, yang meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan non sosial. Faktor lingkungan sosial meliputi guru, staf dan
teman-teman sekelas. Sedangkan faktor lingkungan non sosial meliputi gedung
sekolah, tempat tinggal siswa, alat-alat praktikum dan lain-lain.
3) Faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya siswa meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.[17]
Salah satu faktor internal yang
mempengaruhi hasil belajar fiqih
siswa yaitu motivasi. Menurut Sardiman, motivasi adalah penggerak
yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
tercapainya suatu tujuan. Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menjamin
kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan
dapat tercapai. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. Jika siswa sudah termotivasi
untuk belajar maka hasil belajarnya akan baik.[18]
Selanjutnya salah satu faktor ekstern
yang mempengaruhi hasil
belajar fiqih siswa yaitu model atau metode mengajar yang
digunakan oleh guru. Djamarah menyatakan bahwa keberhasilan proses pembelajaran
dipengaruhi oleh model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam
aktivitas belajar. Jika dalam proses pembelajaran guru menggunakan model
pembelajaran yang menarik dan siswa lebih termotivasi untuk aktif belajar, maka proses
pembelajaran dikatakan efektif. Proses pembelajaran yang efektif akan
mempengaruhi hasil belajar.[19]
b.
Macam-macam Hasil Belajar Fiqih
Horward
Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.
Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil
belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi
kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.[20]
Menurut
Romiszowski, hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta,
(2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, (4)
pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori,
yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2)
keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan
bereaksi atau bersikap, dam (4) keterampilan berinteraksi.[21]
Dalam sistem
pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun
tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3)
aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, (6) dan evaluasi. Kedua aspek pertama
disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif
tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni (1)
penerimaan, (2) jawaban atau reaksi, (3) penilaian, (4) organisasi, (5) dan
internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (1) gerakan
refleks, (2) keterampilan gerakan dasar, (3) kemampuan perseptual, (4) gerakan,
(5) ekspresif, (6) dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilaian hasil belajar.[22]
Bila dikaitkan dengan hasil belajar fiqih, maka klasifikasi hasil belajar fiqih
hanya mencakup dua ranah saja, yakni ranah kognitif dan ranah psikomotor. Hal
ini disebabkan karena pada mata pelajaran fiqih khususnya pada pokok bahasan
tentang shalat terdapat teori yang harus dipahami dan dikuasai, dan hal ini
berkaitan dengan aspek – aspek yang terdapat pada ranah kognitif yakni
pengetahuan atau ingatan dan pemahaman. Setelah ada teori maka selanjutnya akan
dipraktekkan melalui gerakan atau hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Dan hal ini berkaitan dengan aspek-aspek yang terdapat pada ranah
psikomotor yakni keterampilan gerakan dasar dan ekspresif. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
fiqih mencakup dua ranah, yakni ranah kognitif dan ranah psikomotor.
2. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Slavin menyatakan,
pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran di mana siswa dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang, siswa
belajar dan bekerja secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang heterogen.[23]
Menurut
Muslim Ibrahim, pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil, setiap kelompok terdiri
dari empat sampai lima orang yang bersifat berbeda (heterogen) ada laki-laki
dan ada perempuan, serta kemampuan
akademik yang berbeda pula, ada yang pintar, sedang, dan lemah. Setiap anggota
saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.[24]
Menurut Lie, pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem
ini guru bertindak sebagai fasilitator.[25]
Pembelajaran kooperatif menekankan kerja
sama antara sesama siswa dalam kelompok, hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa
siswa lebih mudah menekankan dan memahami suatu konsep jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.[26]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu sistem pembelajaran yang menekankan kerja sama antara sesama
siswa dalam kelompok yang heterogen untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Pembelajaran kooperatif dibedakan atas
beberapa tipe, salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Division). STAD dikembangkan oleh Robert
Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana.[27]
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini merupakan salah satu
tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.[28]
Di awali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Menurut Robert E. Slavin, pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru
menggunakan pendekatan kooperatif.[29]
Menurut Nur Asma, pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok belajar beranggotakan empat sampai lima orang
siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga
dalam setiap kelompok terdapat yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau
variasi jenis kelamin, kelompok ras, dan etnis atau kelompok sosial lainnya.[30]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran
kooperatif dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar beranggotakan empat
sampai lima orang siswa yang heterogen, di awali dengan penyampaian tujuan
pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan
kelompok.
a.
Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansara, Model pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya yaitu:
1) Mengajarkan siswa menjadi percaya diri.
2)
Mendorong
siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide
temannya.
3)
Mendorong
siswa untuk tetap berbuat dan mengidentifikasi pemahamannya.
4)
Dapat
memberikan kesempatan pada para siswa belajar keterampilan bertanya dan
mengomentari suatu masalah.
5)
Dapat
mengembangkan bakat kepemimipinan dan mengajarkan keterampilan diskusi.
6)
Memudahkan
siswa melakukan interaksi sosial.
7)
Menghargai
ide orang lain yang dirasa lebih baik.
8)
Meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif.[31]
Menurut Wina Sanjaya, keunggulan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) yaitu:
1)
Melalui
Pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) membuat siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan
berfikir berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan
belajar dari siswa yang lain.
2)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dapat membantu anak untuk respek pada orang
lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk
lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang
lain, mengembangkan keterampilan me-manage
waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
6)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat
berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.[32]
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) adalah dapat
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial siswa, menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, mengembangkan rasa harga diri, dan membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
Di samping keunggulan, pembelajaran
kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) juga memiliki kelemahan. Menurut Wina Sanjaya,
kelemahan dari pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) adalah:
1) Untuk memahami dan mengerti filosofis
pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara
otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan
contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja
sama dalam kelompok.
2) Penilaian yang diberikan dalam
pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi
setiap individu siswa.[33]
Sedangkan kelemahan Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) menurut Martinis Yamin
dan Bansu I. Ansara, yaitu:
1) Beberapa siswa mungkin pada awalnya segan
mengeluarkan ide, takut dinilai temannya dalam kelompok.
2) Tidak semua siswa yang memahami cara
belajar kelompok ini dan memerlukan waktu yang lebih lama.[34]
Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) adalah membutuhkan lebih banyak waktu dan
persiapan yang matang dalam
melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini, baik itu untuk guru
maupun untuk siswa.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Adapun langkah-langkah pembelajaran Kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division (STAD),[35]
seperti tersajikan dalam tabel II.1.
Tabel II.1
Langkah-Langkah Pembelajaran
Kooperatif Tipe
Student Team’s Achivement Division (STAD)
NO |
Aktivitas Guru |
Aktivitas Siswa |
1. |
Guru membagi kelompok diskusi dengan anggota
tiap-tiap kelompok berjumlah 4-5 siswa yang heterogen. |
Siswa mengikuti arahan dari guru. |
2. |
Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang telah
ditentukan. |
Siswa duduk
dalam kelompok yang telah ditentukan oleh guru. |
3. |
Guru menyampaikan materi secara garis besar dan memberikan
topik-topik penting dalam materi yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut. |
Siswa memperhatikan
saat guru menyampaikan materi secara garis besar dan memberikan topik-topik
penting dalam materi yang akan dipelajari. |
4. |
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok yang berisi wacana atau
bahan bacaan serta soal-soal yang akan didiskusikan. |
Siswa (Kelompok diskusi) menerima LKS
yang dberikan oleh guru. |
5. |
Guru mengarahkan kelompok agar lebih aktif dalam berdiskusi dan
membimbing siswa bekerja sama menyelesaikan soal-soal yang ada di dalam LKS. |
Siswa (kelompok diskusi) melaksanakan arahan guru untuk lebih aktif berdiskusi membahas materi yang
telah diberikan oleh
guru. |
6. |
Guru mengarahkan kepada masing-masing kelompok diskusi untuk
menyerahkan hasil diskusinya. |
Siswa (Kelompok diskusi) menyerahkan
hasil diskusinya kepada guru. |
7. |
Guru memberikan pertanyaan atau kuis individu kepada seluruh
peserta didik. |
Siswa menjawab pertanyaan atau kuis yang diberikan oleh guru |
8. |
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok. |
Siswa (Kelompok diskusi) menerima penghargaan dari guru. |
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
terlihat bahwa hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) mengalami
peningkatan yang lebih baik dibanding siswa yang pembelajarannya secara
konvensional. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yakni hasil belajar
fiqih pada kelas eksperimen sebesar 81.0857, jika
dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 78.3750
atau dengan nilai
signifikan sebesar 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar kelas
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
Begitu juga untuk hasil
praktikum fiqih siswa, hasil
praktikum fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) mengalami peningkatan yang lebih baik
dibanding siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Hal ini dapat dilihat
pada hasil uji t yakni hasil praktikum fiqih pada kelas eksperimen sebesar 83.8571 jika
dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 80.3750 atau dengan nilai
signifikan sebesar 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil praktikum fiqih siswa
kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
Selanjutnya diketahui juga
bahwa rata-rata
skor postes hasil belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih antara kelas eksperimen dan kontrol
juga mengalami peningkatan. Hal
ini dapat dilihat pada hasil uji t yakni rata-rata skor postes hasil belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih
pada kelas eksperimen sebesar 82.2571 jika
dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 79.1250. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana rata-rata skor postes hasil
belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih kelas eksperimen lebih tinggi dari
kelas kontrol.
Peningkatan yang signifikan pada kelas
eksperimen dikarenakan dalam pembelajaran di kelas selama pengamatan, guru
menerapkan prinsip dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s
Achievement Division (STAD), yaitu berkaitan
dengan prinsip otonomi kegiatan siswa di mana dalam pembelajaran di kelas, guru
menghargai dan membiarkan siswa untuk menemukan informasi baru dan bisa belajar
bekerjasama dengan teman sekelompoknya sendiri, sehingga siswa dapat memahami
dan menyimpan lebih lama konsep-konsep materi pelajaran fiqih tersebut dalam
memori mereka. Memang penerapan prinsip pembelajaran
kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) tidak begitu
maksimal dilaksanakan, tapi guru berusaha agar siswa dapat melakukan semua
langkah-langkah pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) dengan sedikit bimbingan dari guru.
Berdasarkan hasil penelitian, maka secara umum
dapat dikatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan pembelajaran
kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat
bahwa mean hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) lebih tinggi dibandingkan dengan mean hasil
belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar kelas
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebagaimana yang dikatakan Sugiyono
bahwa jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan.[36]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) dalam pembelajaran fiqih dapat
mempengaruhi hasil belajar fiqih khususnya pada pokok bahasan Shalat di MTs Masmur tahun
pelajaran 2012/2013, dan hasil analisis ini menjawab rumusan masalah yang diajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas
VII MTs Masmur Pekanbaru.
Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa mean hasil belajar fiqih siswa
yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) lebih tinggi dibandingkan dengan mean hasil
belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Hal
ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar
kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebagaimana yang dikatakan
Sugiyono bahwa jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh
secara signifikan.[37]
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe Student
Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih dapat
mempengaruhi hasil belajar fiqih khususnya pada pokok bahasan Shalat di MTs Masmur tahun
pelajaran 2012/2013, dan hasil analisis ini menjawab rumusan
masalah yang diajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif
tipe Student Team’s Achievement Division
(STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru.
E. Daftar Pustaka
Asma, Nur. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, 2006.
Alma, Buchari dkk. Guru
Profesional. Surabaya: Unesa, 2000.
Abdurrahman,
Mulyono. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
B.Uno, Hamzah. Perencanaan Pembelajaran. Gorontalo:
Bumi Aksara, 2006.
Djamarah, Syaiful Bahri,
dkk. Strategi Belajar Mengajar Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta, 2002.
Djamarah, Syaiful Bahri. Psykologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Hakim. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspaswara, 2002.
Hartono. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta : LSFK2P,
2006.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2246532-pengertian-mata-pelajaran-fiqih/
Ibrahim, Muslim. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
UNESA, 2000.
Ibrahim, Muslim. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press, 2001.
Lie, Anita. Cooperative Learning (Mempraktekkaan
Cooperative Learning di ruang-ruang kelas). Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2000.
Mimi Hariani, Pembelajaran
Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Dan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Dasar. Bandung: Program Studi Magister Pendidikan Dasar Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.
Risnawati. Strategi Pembelajaran Matematika.
Pekanbaru: Suska Press, 2008.
Roestiyah. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, cet 4, 2003.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008.
Slavin, Robert E. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media, 2005.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana, 2010.
Sardiman, A.M. Interaksi dan
motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2011.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 1.Jakarta:
Al-I’tishom, 2010.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana, 2009.
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2009.
Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansara. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press,
2008.
Slamet, Yunus. Pengantar Penelitian Kuantitatif Surakarta
: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbit dan Percetakan UNS
(UNS Press), 2008.
[1]Hamzah B.Uno, Perencanaan
Pembelajaran (Gorontalo: Bumi Aksara, 2006), hlm. 14.
[2]Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunnah 1(Jakarta: Al-I’tishom,
2010), hlm. 10.
[3]http://id.shvoong.com, htm. Diakses: 06 Januari 2012 oleh Nur
ulafifa.
[4] Robert E. Slavin, Cooperative Learning (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2005), hlm. 10.
[5] Ibid.,
hlm. 12
[6] Ibid.,
[7]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), hlm. 391.
11Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 2.
[16]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2246532-pengertian-mata-pelajaran-fiqih/
[17]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta:
PT Grafindo Persada, 2008), hlm. 144.
20Sardiman A.M, Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
hlm. 73.
[20]Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 22.
[21]Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hlm. 38.
[22]Nana Sudjana, Loc.Cit.
[24]Muslim Ibrahim, Op.Cit., hlm. 20.
[25]Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2009), hlm. 189.
[26]Nur Asma, Model Pembelajaran Kooperatif (Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, 2006), hlm. 12.
[27]Anita, Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning diruang-ruang
kelas (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), hlm. 5.
[28]Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Surabaya: Kencana, 2009), hlm. 68.
[29]Robert E. Slavin, Op.Cit., hlm. 143.
[30]Nur Asma, Op.Cit., hlm. 51.
[31]Martinis Yamin dan Bansu I. Ansara, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa (Jakarta: Gaung Persada Press,
2008), hlm.79.
[32]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 249-250.
[33]Ibid.
[34]Ibid.,
hlm. 80.
[35]Robert E. Slavin, Loc.Cit.
[36]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 76.
[37]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 76.