Selasa, 27 Maret 2018

ADAB MENUNTUT ILMU MENURUT IMAM AL GHAZALI


ADAB MENUNTUT ILMU MENURUT IMAM AL GHAZALI
Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)

Agama Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Terbukti bahwa di dalam Al Quran menyebutkan kata-kata “ilmu” dan turunannya sebanyak 744 kali. hal ini senada dengan firman Allah SWT dalam surah Al Mujadilah ayat 11  menyatakan” niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “.
Sehubungan dengan itu, Islam juga mengatur bagaimana adab atau etika ketika menuntut ilmu. Salah satu ulama besar umat muslim, Imam Al-Ghazali, dalam bukunya Ihya Ulumuddin menyampaikan adab menuntut ilmu bagi seorang pelajar. Ada tujuh poin penting tentang Adab Menuntut Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali yang diringkas dari pendapat ulama ahli tasawuf ini.
Pertama, mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah. Menurut Al-Ghazali, selama batin tidak bersih dari hal-hal keji, maka ia tidak menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama. Selain itu, batin juga tak akan diterangi dengan cahaya ilmu. Ibnu Mas’ud berkata, “Bukanlah ilmu itu karena banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam hati.”
Kedua, mengurangi kesenangan-kesenangan duniawi dan menjauh dari kampung halaman hingga hatinya terpusat untuk ilmu. Allah tidak menjadikan dua jantung bagi seseorang di dalam rongga badannya. Oleh karena itu dikatakan, “Ilmu itu tidak memberikan sebagiannya hingga engkau memberinya seluruh milikmu.”
Ketiga, tidak sombong dalam menuntut ilmu dan tidak membangkang kepada guru. Al-Ghazali menyarankan orang yang menuntut ilmu agar memberi kebebasan kepada guru yang mengajarnya selama tidak memperlakukannya dengan sewenang-wenang. Al-Ghazali juga menegaskan agar pelajar terus berkhidmat kepad guru. Menurutnya, ilmu enggan masuk kepada orang yang sombong seperti banjir yang tidak dapat mencapai tempat yang tinggi.
Keempat, menghindar dari mendengarkan perselisihan-perselisihan di antara sesama manusia. Menurut Al-Ghazali, hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan saat menuntut ilmu.
Kelima, tidak menolak suatu bidang ilmu yang terpuji, tetapi harus menekuninya hingga mengetahui maksudnya. Jika umur membantunya, maka ia pun mesti menyempurnakannya.
Keenam, mengalihkan perhatian kepada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat. Imam Al-Ghazali berpendapat, ilmu yang dimaksudkan adalah bagian dari muamalah dan mukasyafah. Ilmu mukasyafahtersebut ialah makrifatullah atau mengenal Allah. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu yang paling mulia dan puncaknya adalah mengenai Allah.
Ketujuh, tujuan belajar adalah menghiasi batin dengan sifat yang menyampaikannya kepada Allah Swt. Selain itu, ia juga harus mengharapkan mendapatkan derajat tertinggi di antara malaikat muqarabin (yang dekat dengan Allah). Dengan tujuan ini, ia tidak mengharapkan kepemimpinan, harta, dan kedudukan. Wallahu Alam.


JURNAL RIKI SUTIONO

  “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS VII MTS MASMUR ...