Selasa, 28 November 2017

Asal Muasal “Toga”

Asal Muasal “Toga”
Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)


Dalam acara wisuda, ada beberapa atribut yang dipakai sebagai ciri khas pelaksanaan wisuda bagi para wisudawan/wisudawati. Diantara atribut tersebut adalah “Toga”. Kebanyakan diantara kita hanya mengenal bentuk dan rupa dari atribut Toga ini, namun sedikit diantara kita memahami dan mengerti tentang asal muasal Toga. Berikut penulis akan mendeskripsikan secara singkat asal muasal Toga.
Toga berasal dari tego, yang dalam bahasa Latin berarti penutup. Meski sering dikaitkan dengan bangsa Romawi kuno, toga sebenarnya merupakan pakaian yang sering dikenakan bangsa Etruskan (Pribumi Italia) sejak 1.200 SM. Kala itu, bentuk toga belum berupa jubah jubah, tapi hanya kain sepanjang 6 meter yang cara pakainya dililit ke tubuh. Meski ribet, toga merupakan satu-satunya pakaian yg dianggap pantas saat seseorang berada diluar ruangan.
Namun, seiring berjalannya waktu, pemakaian toga untuk busana sehari-hari mulai ditinggalkan. Tapi bukan berarti toga lenyap begitu saja. Setelah bentuknya “dimodifikasi” jadi semacam jubah, derajat toga justru naik menjadi pakaian seremonial, salah satunya wisuda.
Bukan tanpa alasan, mengapa toga berwarna hitam. Seperti yg kita tahu, hitam sering diidentikkan dengan hal yang misterius dan gelap. Nah, misteri dan kegelapan inilah yang harus dikalahkan oleh seorang sarjana. Dengan memakai warna hitam, diharapkan para sarjana mampu menyibak kegelapan dengan ilmu pengetahuan yang selama ini didapat.
Warna hitam juga melambangkan keagungan – dan oleh karena itu, selain sarjana, hakim juga menggunakan warna ini sebagai jubahnya.
Lalu, apa makna bentuk persegi pada topi toga? Well, sudut-sudut tersebut melambangkan bahwa seorang sarjana dituntut untuk berpikir rasional dan memandang segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Jangan sampai status sudah sarjana tapi pikirannya masih sempit.
Filosofi lainnya, kuncir tali di topi toga melambangkan tali pita pembatas buku. Dengan pindah tali, diharapkan para wisudawan terus membuka lembaran buku supaya ilmunya tidak stagnan. Jangan merasa sudah sarjana, lantas malas untuk belajar. Hal ini jangan sampai terjadi, seharusnya sebagai seorang sarjana, buku adalah teman sejati di mana pun kita berada. Sesuai dengan peribahasa: “Buku adalah Jendela Dunia”.
Demikianlah, asal muasal Toga, Semoga bermanfaat dan menambah wawasan buat kita semua. Wallahu Alam ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JURNAL RIKI SUTIONO

  “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS VII MTS MASMUR ...