Kamis, 22 Oktober 2020

JURNAL RIKI SUTIONO

 

“PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS VII MTS MASMUR PEKANBARU”

Oleh:

*Riki Sutiono

 

Abstrak 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa? Dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah “Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa?"

Bentuk penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen dan desain yang digunakan adalah Posttest-only Design with Nonequivalent Group. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru yang berjumlah 75 orang dan objek penelitian ini adalah hasil belajar fiqih siswa kelas.

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi, tes dan lembar observasi yang dilakukan setiap kali pertemuan. Dalam penelitian ini, pertemuan dilaksanakan selama enam kali, yaitu empat kali pertemuan dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD), satu pertemuan dilaksanakan postes, dan satu pertemuan lagi dilaksanakan ujian praktek. Untuk mengetahui hasil penelitian tersebut peneliti menggunakan rumus tes-t, yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar fiqih siswa.

Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diambil kesimpulan bahwa Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dapat mempengaruhi hasil belajar fiqih siswa. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dibandingkan dengan hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 

Kata Kunci: Kooperatif Tipe STAD, Hasil Belajar

A.  Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang mempunyai sejumlah komponen  yang saling berhubungan dan berinteraksi antara satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan yang direncanakan. Salah satu komponen dari sistem pembelajaran tersebut adalah hasil belajar. Hasil belajar dalam proses pembelajaran merupakan sebuah keluaran (out put) yang dihasilkan dari adanya masukan (input) serta proses. Masukan (input) tersebut diproses sehingga menghasilkan keluaran (out put) tertentu, setelah itu diadakan evaluasi terhadap out put, dan hasil evaluasi dari out put tersebut berfungsi sebagai umpan balik (feed back) dalam melakukan perbaikan atau revisi, baik itu terhadap proses maupun terhadap input. Atas dasar inilah seluruh komponen sistem berhubungan dan berinteraksi.[1] Di samping itu, hasil belajar juga dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Yakni guru dapat melihat sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mempunyai fungsi yang sangat urgen dalam proses pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah Fiqih. Fiqih atau fiqh dalam bahasa Arab, secara harfiah fiqih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 122:

$tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan (pemahaman) mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah :122).

Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fiqih secara terminologi yaitu fiqih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur'an dan Sunnah. Selain itu fiqih juga  merupakan ilmu yang membahas hukum syar'iyyah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun dalam muamalah. Fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.[2]

Mata pelajaran Fiqih dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah merupakan salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[3]

Salah satu indikator keberhasilan siswa menguasai fiqih dapat dilihat dari hasil belajar fiqih siswa. Hasil yang diharapkan adalah hasil belajar fiqih yang mencapai ketuntasan belajar fiqih siswa. Siswa dikatakan tuntas apabila nilai hasil belajar fiqih siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah.

Kenyataannya di lapangan yang diperoleh dari guru bidang studi fiqih kelas VII MTS Masmur Pekanbaru, masih banyak siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, guru sudah mengupayakan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan proses pembelajaran. Namun kenyataannya hal itu belum berpengaruh pada proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari beberapa gejala sebagai berikut:

1.    Hasil belajar fiqih siswa secara klasikal masih rendah, ketuntasan secara klasikal di bawah 75 % sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah ≥75%.

2.    Jika diberi soal latihan, banyak siswa yang tidak bisa mengerjakannya.

3.    Ketika guru bertanya, hanya sebagian siswa yang bisa menjawab.

Gejala-gejala tersebut tentunya tidak lepas dari proses pembelajaran fiqih itu sendiri. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap proses pembelajaran fiqih di kelas VII  MTs Masmur Pekanbaru pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012, terlihat bahwa ketika guru menjelaskan materi, memberi contoh soal, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, namun hanya siswa itu saja yang aktif bertanya. Kemudian guru memberikan latihan kepada siswa tetapi hanya siswa yang unggul saja yang bekerja sementara siswa lainnya hanya bermain-main di dalam kelas. Siswa yang unggul kurang mau memberikan informasi atau membantu temannya yang lemah, sedangkan siswa yang lemah enggan bertanya kepada siswa yang unggul. Hal ini mengakibatkan hanya siswa-siswa yang unggul saja yang aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan siswa yang lemah kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Guru telah berusaha melakukan perbaikan dengan mengadakan pembelajaran kelompok yang bertujuan agar semua siswa dapat ikut aktif dalam proses pembelajaran. Namun pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Pada saat mengerjakan tugas kelompok masih ada siswa yang tidak bekerja, mereka hanya menunggu jawaban dari temannya tanpa berusaha mencari terlebih dahulu dan ada siswa yang mendominasi kelompok dengan melakukan sendiri pekerjaan kelompok. Hal ini menunjukkan masih banyak siswa yang belum mampu bekerja sama dalam kelompok dengan baik. Selain itu siswa hanya belajar dalam kelompok biasa tanpa adanya variasi. Hal ini menyebabkan kurang berminatnya siswa untuk berdiskusi.

Uraian yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa masih perlu adanya perbaikan dalam usaha meningkatkan hasil belajar fiqih siswa dengan menerapkan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD). Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini membuat siswa tidak terlalu tergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain. Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins.[4]

Pada pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD), para siswa dibagi ke dalam tim belajar yang terdiri  atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Selanjutnya masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa melalui kuis yang diberikan oleh guru. Kemudian poin tersebut dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil mendapatkan poin tertinggi akan mendapatkan penghargaan.[5]

Gagasan utama dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru serta meningkatkan hasil belajar siswa.[6] Sehubungan dengan uraian di atas, maka peneliti tertarik akan mencoba melakukan penelitian dengan bentuk penelitian eksperimen. Karena melalui penelitian eksperimen kita dapat mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan dari model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru, yaitu dengan cara menguji cobakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) di kelas VII MTs Masmur Pekanbaru. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul: Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Fiqih Siswa Kelas VII MTs Masmur Pekanbaru.

B.     Konsep Teoritis

1.      Pengertian Hasil Belajar Fiqih

Hasil belajar Fiqih merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari tiga suku kata, yaitu “hasil“ ,“belajar“, dan “fiqih”, yang masing-masing suku kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar fiqih, akan dibahas dulu pengertian “hasil“, “belajar”, dan “fiqih”.

Hasil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pendapatan, perolehan yang didapat dari sesuatu yang memberi guna.[7] Menurut Djamarah, hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh- sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil merupakan suatu prestasi yang didapat dari suatu kegiatan yang telah diciptakan atau dikerjakan secara sungguh-sungguh baik yang dilakukan secara individu maupun secara kelompok.

Menurut Djamarah, belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.[8] Sudjana menyatakan belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan.[9]  Slameto menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[10] Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan dan daya pikir.[11] Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses berupa serangkaian kegiatan  jiwa raga yang dialami oleh siswa itu sendiri yang ditandai dengan adanya perubahan, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, kemampuan dan daya fikir pada diri siswa sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungan.

Kata hasil dan belajar bila digabungkan menjadi satu, maka akan timbul makna lain. Adapun pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[12] Dimyati dan Mudjiono menyatakan hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran.[13] Djamarah dan Zain menyatakan hasil belajar yaitu perubahan jiwa yang disebabkan masuknya kesan baru sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang yang terjadi setelah berakhirnya aktivitas belajar.[14] Roestiyah menyatakan hasil belajar merupakan pengukuran pengajaran yaitu keberhasilan belajar siswa.[15] Mulyasa menyatakan hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dinyatakan dalam angka-angka atau skor dari hasil tes setelah proses pembelajaran.

Fiqih adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[16]

Hasil belajar fiqih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dicapai atau dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau skor dari hasil tes setelah proses pembelajaran fiqih melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

a.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Fiqih

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, Muhibbin Syah membaginya ke dalam tiga faktor, yaitu:

1)   Faktor internal siswa adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa   sendiri, yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis adalah aspek yang menyangkut tentang kondisi fisik siswa dan aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan kemampuan kognitif siswa.

2)   Faktor eksternal siswa adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Faktor lingkungan sosial meliputi guru, staf dan teman-teman sekelas. Sedangkan faktor lingkungan non sosial meliputi gedung sekolah, tempat tinggal siswa, alat-alat praktikum dan lain-lain.

3)   Faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya siswa meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.[17]

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar fiqih siswa yaitu motivasi. Menurut Sardiman, motivasi adalah penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. Jika siswa sudah termotivasi untuk belajar maka hasil belajarnya akan baik.[18]

Selanjutnya salah satu faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar fiqih siswa yaitu model atau metode mengajar yang digunakan oleh guru. Djamarah menyatakan bahwa keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam aktivitas belajar. Jika dalam proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran yang menarik dan siswa lebih termotivasi untuk aktif belajar, maka proses pembelajaran dikatakan efektif. Proses pembelajaran yang efektif akan mempengaruhi hasil belajar.[19]

b.         Macam-macam Hasil Belajar Fiqih

Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.[20]

Menurut Romiszowski, hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam  saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dam (4) keterampilan berinteraksi.[21]

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.  Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, (6) dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.  Ranah  afektif berkenaan dengan  sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni (1) penerimaan, (2) jawaban atau reaksi, (3) penilaian, (4) organisasi, (5) dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (1) gerakan refleks, (2) keterampilan gerakan dasar, (3) kemampuan perseptual, (4) gerakan, (5) ekspresif, (6) dan interpretatif. 

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.[22] Bila dikaitkan dengan hasil belajar fiqih, maka klasifikasi hasil belajar fiqih hanya mencakup dua ranah saja, yakni ranah kognitif dan ranah psikomotor. Hal ini disebabkan karena pada mata pelajaran fiqih khususnya pada pokok bahasan tentang shalat terdapat teori yang harus dipahami dan dikuasai, dan hal ini berkaitan dengan aspek – aspek yang terdapat pada ranah kognitif yakni pengetahuan atau ingatan dan pemahaman. Setelah ada teori maka selanjutnya akan dipraktekkan melalui gerakan atau hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Dan hal ini berkaitan dengan aspek-aspek yang terdapat pada ranah psikomotor yakni keterampilan gerakan dasar dan ekspresif. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa  hasil belajar fiqih mencakup dua ranah, yakni ranah kognitif dan ranah psikomotor.

2.  Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Slavin menyatakan, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang, siswa belajar dan bekerja secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang heterogen.[23]

                   Menurut Muslim Ibrahim, pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima orang yang bersifat berbeda (heterogen) ada laki-laki dan ada perempuan, serta  kemampuan akademik yang berbeda pula, ada yang pintar, sedang, dan lemah. Setiap anggota saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.[24]

Menurut Lie, pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.[25]

Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antara sesama siswa dalam kelompok, hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menekankan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.[26] Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem pembelajaran yang menekankan kerja sama antara sesama siswa dalam kelompok yang heterogen untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Pembelajaran kooperatif dibedakan atas beberapa tipe, salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Division). STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan  merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.[27]

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.[28] Di awali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Menurut Robert E. Slavin, pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.[29]

Menurut Nur Asma, pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)  merupakan pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok belajar beranggotakan empat sampai lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras, dan etnis atau kelompok sosial lainnya.[30]

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar beranggotakan empat sampai lima orang siswa yang heterogen, di awali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

 

 

 

 

 

 

a.    Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansara, Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya yaitu:

1)     Mengajarkan siswa menjadi percaya diri.

2)     Mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya.

3)     Mendorong siswa untuk tetap berbuat dan mengidentifikasi pemahamannya.

4)     Dapat memberikan kesempatan pada para siswa belajar keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah.

5)     Dapat mengembangkan bakat kepemimipinan dan mengajarkan keterampilan diskusi.

6)     Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial.

7)     Menghargai ide orang lain yang dirasa lebih baik.

8)     Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.[31]

Menurut Wina Sanjaya, keunggulan pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) yaitu:

1)   Melalui Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) membuat siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2)   Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan  membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3)   Pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4)   Pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5)   Pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6)   Pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.[32]

 

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) adalah dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial siswa, menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, mengembangkan rasa harga diri, dan membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

Di samping keunggulan, pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) juga memiliki kelemahan. Menurut Wina Sanjaya, kelemahan dari pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) adalah:

1)   Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

2)   Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran  kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.[33]

Sedangkan kelemahan Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansara, yaitu:

1)   Beberapa siswa mungkin pada awalnya segan mengeluarkan ide, takut dinilai temannya dalam kelompok.

2)   Tidak semua siswa yang memahami cara belajar kelompok ini dan memerlukan waktu yang lebih lama.[34]

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) adalah membutuhkan lebih banyak waktu dan persiapan yang matang dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) ini, baik itu untuk guru maupun untuk siswa.

b.   Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

Adapun langkah-langkah pembelajaran Kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD),[35] seperti tersajikan dalam tabel II.1.

Tabel II.1

      Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Team’s Achivement Division (STAD)

 

NO

Aktivitas Guru

Aktivitas Siswa

1.

Guru membagi kelompok diskusi dengan anggota tiap-tiap kelompok berjumlah 4-5 siswa yang heterogen.

Siswa mengikuti arahan dari guru.

2.

Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang telah ditentukan.

Siswa duduk dalam kelompok yang telah ditentukan oleh guru.

3.

Guru menyampaikan materi secara garis besar dan memberikan topik-topik penting dalam materi yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut.

Siswa memperhatikan saat guru menyampaikan materi secara garis besar dan memberikan topik-topik penting dalam materi yang akan dipelajari.

4.

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok yang berisi wacana atau bahan bacaan serta soal-soal yang akan didiskusikan.

Siswa (Kelompok diskusi) menerima LKS yang dberikan oleh  guru.

5.

Guru mengarahkan kelompok agar lebih aktif dalam berdiskusi dan membimbing siswa bekerja sama menyelesaikan soal-soal yang ada di dalam LKS.

Siswa (kelompok diskusi) melaksanakan arahan guru untuk lebih aktif berdiskusi membahas materi yang telah diberikan oleh guru.

 

6.

Guru mengarahkan kepada masing-masing kelompok diskusi untuk menyerahkan hasil diskusinya.

Siswa (Kelompok diskusi) menyerahkan hasil diskusinya kepada guru.

7.

Guru memberikan pertanyaan atau kuis individu kepada seluruh peserta didik.

Siswa  menjawab pertanyaan atau kuis yang diberikan oleh guru

 

8.

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok.

Siswa (Kelompok diskusi) menerima penghargaan dari guru.

 

C.    Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) mengalami peningkatan yang lebih baik dibanding siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yakni hasil belajar fiqih  pada kelas eksperimen sebesar 81.0857, jika dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 78.3750 atau dengan nilai signifikan sebesar 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

Begitu juga untuk hasil praktikum fiqih siswa, hasil praktikum fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) mengalami peningkatan yang lebih baik dibanding siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yakni hasil praktikum fiqih pada kelas eksperimen sebesar 83.8571 jika dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 80.3750 atau dengan nilai signifikan sebesar 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil praktikum fiqih siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

Selanjutnya diketahui juga bahwa rata-rata skor postes hasil belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih antara kelas eksperimen dan kontrol juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yakni rata-rata skor postes hasil belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih pada kelas eksperimen sebesar 82.2571 jika dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 79.1250. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana rata-rata skor postes hasil belajar fiqih dan hasil praktikum Fiqih kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

Peningkatan yang signifikan pada kelas eksperimen dikarenakan dalam pembelajaran di kelas selama pengamatan, guru menerapkan prinsip dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD), yaitu berkaitan dengan prinsip otonomi kegiatan siswa di mana dalam pembelajaran di kelas, guru menghargai dan membiarkan siswa untuk menemukan informasi baru dan bisa belajar bekerjasama dengan teman sekelompoknya sendiri, sehingga siswa dapat memahami dan menyimpan lebih lama konsep-konsep materi pelajaran fiqih tersebut dalam memori mereka. Memang penerapan prinsip pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) tidak begitu maksimal dilaksanakan, tapi guru berusaha agar siswa dapat melakukan semua langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dengan sedikit bimbingan dari guru.

Berdasarkan hasil penelitian, maka secara umum dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa.

 

D.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa mean hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) lebih tinggi dibandingkan dengan mean hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebagaimana yang dikatakan Sugiyono bahwa jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan.[36]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih dapat mempengaruhi hasil belajar fiqih khususnya pada pokok bahasan Shalat di MTs Masmur tahun pelajaran 2012/2013, dan hasil analisis ini menjawab rumusan masalah yang diajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa mean hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) lebih tinggi dibandingkan dengan mean hasil belajar fiqih siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih memiliki perbedaan yang signifikan di mana hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebagaimana yang dikatakan Sugiyono bahwa jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan.[37]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran fiqih dapat mempengaruhi hasil belajar fiqih khususnya pada pokok bahasan Shalat di MTs Masmur tahun pelajaran 2012/2013, dan hasil analisis ini menjawab rumusan masalah yang diajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe Student Team’s Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar fiqih siswa kelas VII MTs Masmur Pekanbaru.

 

E.     Daftar Pustaka

Asma, Nur. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006.

Alma, Buchari dkk. Guru Profesional. Surabaya: Unesa, 2000.

Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

B.Uno, Hamzah. Perencanaan Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara, 2006.

Djamarah, Syaiful Bahri, dkk. Strategi Belajar Mengajar Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Djamarah, Syaiful Bahri. Psykologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Departemen Pendidikan Nasional.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Hakim.  Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspaswara, 2002.

Hartono. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta : LSFK2P, 2006.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2246532-pengertian-mata-pelajaran-fiqih/

Ibrahim, Muslim. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA, 2000.

Ibrahim, Muslim. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press, 2001.

Lie, Anita. Cooperative Learning (Mempraktekkaan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000.

Mimi Hariani, Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Dasar. Bandung: Program Studi Magister Pendidikan Dasar Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.

Risnawati. Strategi Pembelajaran Matematika.  Pekanbaru: Suska Press, 2008.

Roestiyah. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, cet 4, 2003.

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Slavin, Robert E.  Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media, 2005.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.

Sardiman, A.M. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan.  Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif  dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2011.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 1.Jakarta:  Al-I’tishom, 2010.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.  Surabaya: Kencana, 2009.

Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansara. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.  Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.

Slamet, Yunus. Pengantar Penelitian Kuantitatif Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbit dan Percetakan UNS (UNS Press), 2008.

 

 

 



[1]Hamzah B.Uno, Perencanaan Pembelajaran (Gorontalo: Bumi Aksara, 2006), hlm. 14.

[2]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 1(Jakarta:  Al-I’tishom, 2010), hlm. 10.

[3]http://id.shvoong.com, htm. Diakses: 06 Januari 2012 oleh Nur ulafifa.

[4] Robert E. Slavin, Cooperative Learning (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2005), hlm. 10.

[5] Ibid., hlm. 12

[6] Ibid.,

[7]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 391.

10Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 10.

11Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 2.

12Slameto, Op.Cit., hlm. 2.    

13Thursan  Hakim,  Belajar Secara Efektif (Jakarta: Puspaswara, 2002),  hlm. 12.  

14Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 23.

15Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),

hlm. 190.

16Syaiful Bahri Djamarah, Psykologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 45.

17Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.20.

[16]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2246532-pengertian-mata-pelajaran-fiqih/

[17]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar  (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008), hlm. 144.

20Sardiman A.M, Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 73.

21Syaiful Bahri Djamarah, op cit.,hlm. 106 .

[20]Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 22.

[21]Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 38.

[22]Nana Sudjana, Loc.Cit.

25Robert E. Slavin, Op.Cit., hlm. 8.

[24]Muslim Ibrahim, Op.Cit., hlm. 20.

[25]Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 189.

[26]Nur Asma, Model Pembelajaran Kooperatif (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), hlm. 12.

[27]Anita, Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning diruang-ruang kelas (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), hlm. 5.

[28]Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif  (Surabaya: Kencana, 2009), hlm. 68.

 

[29]Robert E. Slavin, Op.Cit., hlm. 143.

[30]Nur Asma, Op.Cit., hlm. 51.

 

[31]Martinis Yamin dan Bansu I. Ansara, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa  (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm.79.

[32]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.  249-250.

[33]Ibid.

[34]Ibid., hlm. 80.

[35]Robert E. Slavin, Loc.Cit.

[36]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif  dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 76.

 

[37]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif  dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 76.

 

JURNAL RIKI SUTIONO

  “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS VII MTS MASMUR ...