Teks Khutbah
Sebelum Ramadhan Pergi
Oleh: Riki Sutiono
Sebelum Ramadhan Pergi
Oleh: Riki Sutiono
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الذى أرسل
رسوله بالهدى ودين الحق, ليظهره على الدين كله, ولو كره المشركون, اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَانَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لا نبى بعدى, اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وعلى أله وَصَحْبِهِ أجمعين, أما بعد: فيا أيها المسلمون
رحمكم الله, أصيكم بنفسى بتقوى
الله فقد فاز فوزا عظيما. فقد قال الله سبحانه وتعالى فى كتابه الْكَرِيْمِ: ﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
(
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang dimuliakan Allah
Tiada
kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini
melainkan kata-kata syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan dan
mencucurkan berbagai kenikmatan kepada kita semua, sehingga kita dapat
berkumpul di masjid ini dalam keadaan sehat wal aafiyat. Dan marilah kita
realisasikan rasa syukur kita dengan melakukan perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Sholawat
beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in dan insya
Allah terlimpah pula kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berusaha untuk
meneladani Beliau, dengan ucapan: Allahuma
sholli ala Sayyidina Muhammad, wa ala ali Sayyidina Muhammad.
Kemudian
tak lupa kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jamaah semuanya, marilah
kita senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT.
karena keimanan dan ketaqwaan merupakan sebaik-baik bekal menuju akhirat
nanti.
Allah SWT berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُوْلِي
اْلأَلْبَابِ
"Berbekallah kalian, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.
"Berbekallah kalian, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.
(Q.S Al-Baqoroh: 197).
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang dimuliakan Allah
Waktu begitu cepat berlalu. Kita kini telah berada di
penghujung Ramadhan. Shalat Juma’at kita kali ini adalah shalat jumat terakhir
di bulan
Ramadhan 1439 H. Sekarang kita telah berada pada hari ke-23 Ramadhan, yang
artinya tinggal beberapa hari lagi bulan suci ini akan pergi meninggalkan kita
semua. Kalau kita perhatikan masyarakat di sekeliling kita, seiring perginya
Ramadhan, banyak umat
Islam merasa tanpa ada rasa kehilangan dan sedih, karena memang biasanya
pengakuan tentang pentingnya sesuatu itu kebanyakan baru muncul pada saat sesuatu
itu telah tiada. Ketika sesuatu itu telah berpisah dari kita, biasanya baru
terasa ada perasaan kehilangan. Begitu juga halnya dengan nilai pentingnya
bulan Ramadlan. Pada saat bulan mulia ini datang, tiada yang ditonjolkan
kecuali perasaan biasa-biasa saja. Rasa penyesalan dan kehilangan baru muncul manakala
Ramadhan telah tiada.
Demikian juga, kalau kita perhatikan di sekeliling
kita, sebagian diantara kita bahkan telah disibukkan dengan hiruk pikuk idul
fitri. Luapan kegembiraan sudah terasa. Toko dan pasar semakin padat, banyak
rumah berganti cat, baju baru dan makanan enak juga telah siap.
Jika demikian gempitanya masyarakat kita
berbahagia di penghujung akhir ramadhan, tidak demikian dengan para sahabat
salafus shalih. Semakin dekat dengan akhir ramadhan, kesedihan justru
menggelayuti generasi terbaik itu. Tentu saja kalau tiba hari raya Idul Fitri
mereka juga bergembira karena Id adalah hari kegembiraan. Namun di akhir
Ramadhan seperti ini, ada nuansa kesedihan yang sepertinya tidak kita miliki di
masa modern ini.
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang dimuliakan Allah
Mengapa para sahabat dan
orang-orang shalih bersedih ketika Ramadhan hampir berakhir? Kita bisa
menangkap alasan kesedihan itu dalam berbagai konteks sebab.
Pertama, patutlah orang-orang beriman bersedih ketika
menyadari Ramadhan akan pergi sebab dengan perginya bulan suci itu, pergi pula
berbagai macam keutamaannya.
Bukannya Ramadhan bulan yang
paling berkah, yang pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup? Bukankah
hanya di bulan suci ini syaitan dibelenggu? Maka kemudian ibadah terasa ringan
dan kaum muslimin berada dalam puncak kebaikan?
قد جاءكم شهر رمضان شهر مبارك
، كتب الله عليكم صيامه ، فيه تفتح أبواب الجنة وتغلق فيه أبواب الجحيم ، وتغل فيه
الشياطين
Telah
datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah
puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta para
syetan dibelenggu (HR. Ahmad).
Bukankah hanya di bulan Ramadhan
amal sunnah diganjar pahala amal wajib, dan seluruh pahala kebajikan
dilipatgandakan hingga tiada batasan?
Semua keutamaan itu takkan bisa
ditemui lagi ketika Ramadhan pergi. Ia hanya akan datang pada bulan ramadhan
setahun lagi. Padahal tiada yang dapat memastikan apakah seseorang masih hidup
dan sehat pada Ramadhan yang akan datang. Maka pantaslah jika para sahabat dan
orang-orang saleh bersedih, bahkan menangis mendapati ramadhan akan pergi.
Kedua, adalah peringatan dari Rasulullah SAW bahwa
semestinya Ramadhan menjadikan seseorang diampuni dosanya. Jika seseorang sudah
mendapati Ramadhan, sebulan bersama dengan peluang yang besar yang penuh
keutamaan, namun masih saja belum mendapatkan ampunan, benar-benar orang itu
sangat rugi bahkan celaka.
بَعُدَ لِمَنْ
أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَه
Celakalah
seseorang yang memasuki bulan ramadhan namun dosanya tidak diampuni oleh Allah
SWT (HR.Hakim dan Thabrani)
Masalahnya adalah, apakah seseorang bisa
menjamin bahwa dirinya mendapatkan ampunan itu? Sementara jika ia tidak dapat
ampunan, ia celaka. Betapa hal yang tidak dapat dipastikan ini menyentuh rasa khauf
para sahabat dan orang orang salih.
Mereka takut sekiranya menjadi orang yang celaka karena tidak mendapatkan
ampunan, padahal ramadhan akan segera pergi. Maka mereka pun menangis,
meluapkan ketakutannya kepada Allah seraya bermunajat agar amal-amalnya
diterima.
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
Ya Allah, terimalah shalat kami, puasa kami,
rukuk kami, sujud kami, duduk rebah kami, kerendahdirian kami, kekhusyukan
kami, pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama kami
menunaikan shalat ya Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang dimuliakan Allah
Perbedaan tashawur (paradigma,
persepsi) dalam memandang akhir ramadhan itulah yang kemudian membawa perbedaan
sikap antara generasi sahabat dan generasi kita saaat ini. Jika sebagian
masyarakat, asyik berbelanja menyambut idul fitri, para sahabat asyik
beriktikaf di sepuluh hari terakhir, jika sebagian diantara kita sibuk
menyiapkan kue lebaran, para sahabat salafus sholih sibuk memenuhi makanan
ruhaninya dengan mengencangkan ikat pinggang, bersungguh-sungguh beribadah
sepanjang siang, terlebih lagi di waktu malam. Jika kita mengalokasikan banyak
uang dan waktu untuk membeli pakaian baru, para sahabat dan salafus sholih
menghabiskan waktu mereka dengan pakaian taqwa. Dengan pakaian taqwa itu mereka
menghadap Allah di MasjidNya, berduaan dan bermesraan dalam khusu’nya shalat,
tilawah, dzikir dan munajat.
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang dimuliakan Allah
Masih ada waktu bagi kita sebelum Ramadhan
benar-benar pergi dari kehidupan kita. Masih ada kesempatan bagi kita untuk
mengubah paradigma tentang akhir ramadhan. Bagaimana caranya?
Pertama, kita lihat lagi target Ramadhan yang
telah kita tetapkan sebelumnya. Mungkin target tilawah kita, masih ada waktu untuk
mnegejar, jika seandainya kita masih jauh dari target itu. Demikian pula kita
evaluasi ibadah lainnya selama 23 hari ini. Lalu kita perbaiki.
Kedua, kita lebih bersungguh-sungguh
memanfaatkan Ramadhan yang tersisa sedikit ini. Mungkin kita tak bisa
beri’tikaf penuh waktu seperti para sahabat dan salafus shalih itu, namun
jangan sampai kita kehilangan malam-malam terakhir Ramadhan tanpa
Qiyamullail, tanpa beri’tikaf lama atau sebentar di MasjidNya.
Lihatlah keseriusan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim, no. 1175)
Dikatakan oleh istri tercinta beliau, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ
شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya
(untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam
tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari, no. 2024;
Muslim, no. 1174).
Ketiga: Raih
Lailatul Qadar
Allah menyebut keutamaan lailatul qadar,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4)
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5)
Menghidupkan malam lailatul qadar
bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an. Namun
amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar
berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam
lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya
yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)
Bisa juga kita mengamalkan do’a
yang pernah diajarkan oleh Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam jikalau
kita bertemu dengan malam Lailatul Qadar yaitu do’a: “Allahumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni” (Ya Allah, Engkau
Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah
aku). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengajarkan do’a ini pada ‘Aisyah, istri tercinta beliau.
Adapun yang dimaksudkan dengan
menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah
dan tidak mesti seluruh malam.
Sebagaimana dinukil oleh Imam
Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai
pada Ibnu ‘Abbas disebutkan,
أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي
جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ
“Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’
berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah.”
Dikatakan pula oleh Imam Malik
dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan,
مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ
أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Siapa yang menghadiri shalat berjama’ah pada malam Lailatul
Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar
tersebut.” (Latha’if Al-Ma’arif, hlm. 329).
Hadirin Jama’ah Jumat
Yang Dimuliakan Oleh Allah
Akhirnya,
dalam kesempatan yang baik ini, khatib mengajak kepada kita semua, marilah kita
berusaha untuk mengisi di akhir Ramadhan ini dengan amalan-amalan yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Kita mungkin tidak bisa bersedih dan menangis
sehebat para sahabat, namun selayaknya kita pun takut sebab tak ada jaminan
apakah amal kita selama 23 hari ini diterima oleh Allah SWT ataupun tidak,
begitu pula tak ada jaminan apakah kita masih dipertemukan dengan Ramadhan
tahun berikutnya ataupun tidak. Untuk itu mari kita lebih bersungguh-sungguh
dalam beribadah dan berdoa kepada Nya, agar kita semua, jamaah Masjid Al Falah,
segala amalan yang telah kita perbuat di bulan suci Ramadhan diterima disisi
Allah SWT, dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahun depan. Amin ya Robbal
Alamin.
Fa’tabiru ya ulil albab..La’alakum Tuflihun….
Khutbah
Kedua
اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا
اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ وَ
كَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ حَبِيْبُهُ وَ
خَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَ الْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ
بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَ اعْلَمُوْا
اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا
يُحِبُّ مِنْ عِبَادِهِ اَنْ يَّكُوْنُوْا فِى تَكْمِيْلِ
اِسْلَامِهِ وَ اِيْمَانِهِ وَ اِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى
اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَ سَلَّمْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ
عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ
الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ
الْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وَ قَاضِيَ
الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا
وَ هَبْلَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا لَا
تَجْعَلْ فِى قُلُوْبَنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُوْفٌ
رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ
اَعْيُنٍ وَ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. رَبَّنَا اَتِنَا فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ الله! اِنَّ الله يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَ الْإِحْسَانِ وَ اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ
فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar