HAKIKAT KESUKSESAN DAN
KEMULIAAN
Oleh: Riki Sutiono
Hari
ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian
manusia menjadi ukuran kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang lain.
Bahwa orang hebat adalah yang terkenal dan namanya sering disebut di mana-mana,
orang sukses adalah orang yang punya kedudukan serta jabatan tinggi. Orang
besar adalah mereka yang selalu bekecukupan harta dan hidup tanpa kesusahan,
serta seabrek indikator-indikator ‘palsu’ dimunculkan untuk merusak pemahaman
manusia tentang makna kesuksesan dan kemuliaan. Supaya manusia tertipu dan lupa
pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang sebenarnya, yakni ketaqwaan dan
ketaatan kepada Allah. “Sesungguhnya yang
paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah).
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Mahateliti”. (QS al-Hujurat: 13)
Akibatnya, banyak orang yang akhirnya beramal hanya demi mencari ridho dan
kerelaan manusia, tanpa peduli lagi pada pahala dan balasan dari Allah. Asal
pekerjaan itu disenangi dan dikagumi serta mulia di mata manusia, syariat Allah
rela dijadikan tumbal. Akhirnya, muncullah golongan manusia yang beramal supaya
dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau beramal karena riya’. Mereka berebut agar bisa menjadi objek
pujian dan perhatian manusia dalam setiap amal yang mereka kerjakan. Karena
mereka menganggapnya sebagai upaya ‘mengejar kesuksesan’.
Tanpa disadari, sebenarnya mereka sedang mengejar kesia-siaan. Mereka
lupa, bahwa hidup bukan hanya sekedar untuk mencari pujian dan kebanggaan
palsu. Dan lupa, bahwa esensi dari penciptaan mereka di dunia ini adalah untuk
beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua perbuatan kita, baik atau buruk, besar
atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Bagi mereka yang
beramal karena Allah, Allah sendirilah yang telah menjamin pahala dan
balasannya. Lalu, bagaimana mereka yang beramal dengan menjilat manusia?
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa
yang mencari keridhaan Allah meskipun ia memperoleh kebencian dari manusia,
maka Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan
barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah,
maka Allah akan menyerahkanya kepada manusia.” (HR Tirmidzi).
Imam Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, “Maksudnya,
Allah akan menjadikannya berada dibawah kuasa manusia, lalu mereka menyakiti
dan menganiayanya.”
Melihat
penjelasan di atas, dapatlah kiranya diambil sebuah kesimpulan bahwa hakikat
kesuksesan dan kemuliaan itu bukan terletak pada tingginya jabatan, kekayaan,
popularitas yang tinggi, namun hakikat kesuksesan dan kemuliaan itu adalah mencapai
derajat Ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah SWT semata, mencari keridhoan dan
kerelaan Allah SWT, bukan keridhaan manusia. Karena sebaik-baik tempat
bergantung itu adalah hanya kepada Allah SWT, bukan kepada manusia. Wallahu A’lam
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar