Selasa, 23 Januari 2018

Filosofi Jam

Filosofi Jam 
Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)


               Jam adalah alat penunjuk waktu, sebuah jam banyak macamnya, seperti jam tangan, jam dinding dan lain-lain. Setiap jam pada umumnya terus bergerak berputar dan terus berulang. Jam ibarat saksi bisu perjalanan hidup kita, dari bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat kuliah dan seterusnya, sebuah jam telah menjadi saksi dan juga merekam semua kejadian itu dengan rapih, semua aktifitas itu terus berulang seperti hal yang nampak sama, waktu sendiri terus berputar tapi setiap kejadian yang terjadi pada setiap detik itu tidak akan sama lagi. Minggu kemarin, hari kemarin, beberapa jam tadi, beberapa menit yang tadi bahkan beberapa detik yang lalu, tidak akan bisa terulang lagi dengan kejadian yang sama terkecuali karena kebetulan semata. Melalui tulisan ini, penulis tertarik untuk mengorek sedikit filosofi kehidupan tentang jam.
               Pertama, jam menujukkan waktu absolut. Kita tentu sepakat, bahwa hal yang tidak mungkin bisa dihentikan sedikitpun adalah bergulirnya waktu. Waktu terus berjalan sampai nanti hari akhir tiba. Waktu, membuat kita ingat akan kematian, membuat kita ingat akan kehidupan yang telah kita jalani. Bahkan Allah pun mengingatkan umatnya akan waktu, dengan surat Al Ashr, sebagai petunjuk untuk saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran
               Kedua, jam tangan menujukkan waktu kehidupan. Dalam hidup manusia, aktifitas kita di atur atau di selaraskan dalam waktu. Kita perlu makan, istirahat, bekerja, bahkan beribadahpun semuanya terikat dengan waktu. Sebagai makhluk socialpun, maka kita akan bertemu dan berhubungan dengan orang lain. Saat kita berjanji untuk bertemu dengan orang lain, maka kita akan mengatur kapan waktu yang bisa digunakan. Pun demikian saat bekerja, ada jam kantor yang dibatasi waktu, dimana kita harus tertib dalam melakukannya. Dengan adanya waktu, maka kehidupan manusia bisa berjalan dengan tertib dan nyaman.

Dan yang ketiga, jam tangan menunjukkan waktu kesempurnaan. Ada 3 jarum dalam sebuah jam : Jam, menit dan detik. Semua saling berdetak dan bergerak, sesuai dengan perintah dan format yang tekah dibuat. Tak ada yang bergerak diluar perintahnya, bahkan jika salah satu jarum berhenti, maka berhentilah semuanya. Jam menujukkan bahwa dalam hidup, ada keharmonisan dan kesempurnaan, dan semua itu bisa kita pelajari dari detak jarum jam. Wallahu A’lam.

Senin, 22 Januari 2018

Antara Calon Ibu dan Induk Ayam

Antara Calon Ibu dan Induk Ayam
Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)


Ketika kita melihat ayam betina yang mengerami telurnya, sebenarnya ia sedang berpuasa selama kurang lebih 21 hari, mengapa dia berpuasa selama itu ? biar suhu dan kondisi tubuh yang dierami untuk telurnya sekitar 36-37 derajat supaya stabil.

Dengan kondisi tersebut telur selama 21 hari bisa pecah menjadi anak ayam kecil. Kemudian setelah menjadi semua anakan ayam, si betina akan mencarikan mengajak anaknya untuk mencari makan dan jikalau ada musuh yang menyerang anaknya si betina mengejar dan memukul dengan sayapnya, mengapa semua itu dilakukan oleh ayam betina ? itu karena dia rela berkorban untuk berpuasa selama 21 hari supaya anak-anaknya nanti bisa menetas dan tumbuh sehat, dia rela degerogoti kutu selama mengerami, begitu gatalnya si betina untuk menahan serangan kutu tersebut supaya kondisi tubuhnya tetap stabil, kemudian setelah 21 hari tersiksa dia sangat senang melihat kondisi tubuh anaknya yang sehat selama menetas yang sudah dia erami dengan susah payah, kemudian dia memelihara mencarikan makan sampai dia tumbuh besar sampai anaknya mencari makan sendiri. Dia sangat tidak terima melihat siapapun itu yang berniat menganggu anaknya dia akan kejar dan hajar, karena dia tau betapa susahnya untuk menjaga supaya telurnya semua bisa menjadi anakan yang seperti dia inginkan. 

Apa makna disebalik kisah induk ayam itu? Ya seperti itulah jikalau seorang calon ibu harus mengerti tentang cara untuk menjadikan anaknya menjadi tumbuh cerdas dan sehat, ketika di kandungan ibu selalu sholat malam, berpuasa senin kamis, sholat dhuha, membaca alquran dll, dengan usaha-usaha tirakad seperti ayam betina tadi anak akan tumbuh menjadi cerdas, pandai, berakhlak baik, dan berbakti pada orang tuanya.
Dapat disimpulkan bahwa tumbuh besarnya anak, baik tidaknya anak, sehat atau tidaknya anak, cerdas atau tidaknya anak, tergantung ibunya. Andaikan seperti ayam betina kalau tidak peduli terhadap telurnya, tidak di erami, makan tiap hari jadinya si telur jadi busuk semua, tidak jadi seekor anak yang tumbuh bagus dan sehat. Wallahu A'lam

Jumat, 19 Januari 2018

Memandang Perbedaan Pendapat dikalangan Kaum Muslimin

 Memandang Perbedaan Pendapat dikalangan Kaum Muslimin

Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)



Mengawali tulisan ini, penulis ingin memaparkan sebuah kisah yang dikutip dari Fiqhu 's-Sirrah karya DR. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthy. Di mana ketika Nabi Saw dan para sahabat kembali dari Perang Khandaq, Malaikat Jibril datang menemuinya dan menyampaikan perintah Allah SWT agar beliau dan pasukannya menuju perkampungan Bani Quraidhah. Beliau pun berangkat ke sana.
Sebelum keberangkatan, Nabi Saw memerintahkan para sahabat untuk tidak melaksanakan Shalat Ashar sebelum sampai di perkampungan tersebut. “Laa yushallianna ahadun al-'ashra illa fi bani quraidhah". (Janganlah ada seorang pun melakukan Shalat Ashar kecuali setelah sampai di Bani Quraidhah).
Di tengah perjalanan, tibalah waktu Shalat Ashar. Para sahabat berbeda pendapat atas perintah Nabi Saw tersebut. Sebagian dari mereka "mengabaikan” perintah tersebut dengan melakukan Shalat Ashar.  Menurut mereka, "Sesungguhnya beliau menghendaki kita mempercepat perjalanan, dan bukannya mengundurkan waktu shalat". Sebagian yang lain tetap berpegang pada nash (teks) yang terucap oleh Nabi (memahaminya secara harfiyah). Mereka tidak melakukan shalat. "Kami tidak akan shalat sehingga kami sampai di sana," kata mereka. Terjadinya perbedaan pendapat tersebut kemudian dilaporkan pada Nabi. Ternyata, beliau mendiamkan hal itu, tidak mengecam ataupun menegur salah seorang pun diantara mereka.
Kisah di atas menunjukkan pada kita, perbedaan pendapat (khilafiyah, ikhtilaf) di kalangan umat Islam, tidak saja terjadi pada masa sepeninggal Nabi atau masa kini. Bahkan, pada ketika Nabi masih hadir di tengah-tengah umat pun terjadi perbedaan Pendapat dikalangan umat islam. Perbedaan pendapat itu ditolerir oleh Nabi Saw (Sunnah Taqririyah).
Menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi, sikap diam Nabi Saw dalam kisah di atas menunjukkan pada kita, bahwa suatu perbuatan jika disempurnakan atas dasar ijtihad, tidaklah layak untuk dikafirkan atau dianggap dosa. Mengutip pendapat Ibnu Qayim, Qardhawi menyatakan, kelompok pertama (yang melakukan shalat) atau berpegang pada kandungan ucapan Nabi, adalah para pendahulu ahli qias serta mementingkan arti (maksud). Sedangkan kelompok kedua (yang tidak shalat) atau memahami secara tekstual ucapan Nabi adalah pendahulu ahli zhahir (bepegang pada susunan kalimat secara harfiyah).
Bila kita tinjau umat Islam sekarang, secara garis besar umat Islam terbagi menjadi dua kelompok dalam memahami nash Quran ataupun hadits, utamanya yang berkenaan dengan masalah furu' (cabang). Perbedaan pendapat (khilafiyah) bukan hal yang harus diributkan, apalagi sampai meretakkan ukhuwah Islamiyah karena suatu kelompok merasa paling benar dan menyalahkan yang lain. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar. Kita, yang tidak sanggup berijtihad sendiri, boleh saja untuk ittiba', yakni mengikuti atau memilih pendapat mana saja sesuai keyakinan dan pemahaman kita sendiri, disertai pengetahuan dan pemahaman akan landasan/argumen masing-masing pendapat. Taklid buta atau asal pilih, ikut-ikutan, tanpa mengetahui dan memahami alasannya, dilarang. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
"Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak tahu apa-apa tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan rasa, masing-masing akan dimintai pertanggungjawabannya"(Q.S. 17:36). 
Perbedaan pendapat di kalangan umat merupakan sunnatullah yang tak terhindarkan. Al-Qardhawi menyatakan, perbedaan pendapat selalu ada dalam tabiat manusia. Menurutnya, perbedaan pendapat dalam perkara furu' merupakan kenyataan yang tak dapat ditolak. Dan hal itu tidaklah menimbulkan kerugian dan bahaya, selama berlandaskan ijtihad syar'i yang benar. Hal itu justru merupakan rahmat bagi umat, menunjukkan fleksibilitas (keluwesan) dalam syariat, dan keluasan dalam ilmu dan pengetahuan.
Para sahabat Nabi dan para tabi'in pun, lanjut Qardhawi, sering berselisih pendapat dalam berbagai hukum furu'. Tetapi hal itu tidak sedikit pun merugikan mereka, dan tidak pula meretakkan persaudaraan dan persatuan mereka. Qardhawi mengingatkan, perbedaan pendapat pada dasarnya tidak berbahaya, selama diiringi dengan sikap toleran, wawasan yang luas, serta bebas dari fanatisme atau kepicikan pandangan.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengakibatkan, antara lain, timbulnya berbagai aliran dan madzhab. Dalam bidang akidah atau teologi timbul aliran-aliran: Khawarij, Murji'ah, Mu'tazilah, Asy'ariyah, dan Maturidiyah. 
Dalam fiqih atau hukum Islam muncul madzhab-madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Dalam bidang politik muncul aliran-aliran: Sunni, Syi'ah, dan Khawarij. Dalam tasawuf tampil aliran-aliran: Al-Ghazali, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd.
Dalam praktek keagamaan, tampil ragam bentuk atau tata cara beribadah. Juga ragam sikap dan pandangan terhadap berbagai masalah. Semuanya sama-sama mengklaim benar, karena berdasarkan Quran dan Sunnah. Wajar, ada ungkapan "Islam itu satu, tetapi Muslim banyak". Asalkan tidak mengklaim sebagai pihak yang paling benar dan yang lain salah. Klaim kebenaran hanya milik Allah Swt.
Sekali lagi, kita yang awam tidak perlu heran dan bingung akan realitas tersebut. Perbedaan pendapat, seperti contoh kisah di atas, adalah wajar dan ditolerir. Menurut hadits, jika suatu pendapat hasil ijtihad itu benar, maka pahalanya dua. Jika pendapatnya salah, pahalanya cuma satu, yakni pahala untuk amal ijtihadnya. Jadi, sama-sama mendapat pahala alias tidak dipandang dosa. Untuk ber-ittiba' tinggal pilih pendapat mana yang hendak diikuti dengan penuh kesadaran, pengetahuan, sikap kritis, dan pemahaman yang cukup. Artinya, dalam memilih, kita pun harus memiliki alasan dan pemahaman, karena di akhirat nanti yang akan mempertanggungjawabkannya adalah kita sendiri. 
Dalam menyikapi perbedaan pendapat, adalah seyogianya diperhatikan sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, lapang dada (tasamuh), serta tidak merasa paling benar, apalagi sampai menyalahkan pendapat yang lain. Karena kebenaran sepenuhnya hanyalah milik Allah SWT. Dia lah yang paling berhak menentukan mana yang benar dan salah. Terlebih, sikap merasa paling benar dan menyalahkan yang lain, dapat meretakkan jalinan ukhuwah Islamiyah dan persatuan kaum Muslimin.
Perbedaan pendapat adalah realitas tak terelakkan dan bukan untuk menyebabkan perpecahan umat Islam. Dan kita pun tak mungkin dapat menghapuskan perbedaan pendapat itu. Upaya-upaya untuk menghapuskan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu', jika pun ada, akan sia-sia. Karena, seperti dikatakan Muhammad Al-Buthy, upaya demikian bertentangan dengan Hikmah Rabbaniyah dan tadbir (rekayasa) Ilahi dalam syari'at-Nya. 
Saat ini kita menyaksikan perselisihan pendapat begitu mencuat di antara para ulama, tokoh Islam, dan umat Islam pada umumnya. Idealnya, para ulama, tokoh Islam, dan umat Islam pada umumnya, selalu mendasarkan pendapat dan argumen pilihan pada nash Al-Quran dan Sunnah Nabi, bukan pada kepentingan pribadi dan kelompok yang sifatnya duniawi atau material. Jika kepentingan ekonomi ataupun kepentingan politik yang lebih dominan melatarbelakangi pendapat, maka tunggulah kenistaan dan kehancuran. Jika syariat Islam dikalahkan oleh ambisi dan kepentingan duniawi, maka tunggulah kekacauan dan azab Allah Swt. Jika agama hanya digunakan sebagai alat meraih dukungan atau kepentingan politik, maka kita terjerumus ke jurang kemunafikan dan mengundang murka-Nya. 

Akhirnya, Marilah kita sadari, Jika kita sama-sama mencita-citakan ridho Allah, pasti kita akan bersatu, hanya mendukung satu imam, seperti sering kita tunjukkan ketika sholat berjamaah. Maka, shawwuu shufuufakum! Rapatkan dan luruskan barisan kalian!  Satu hal lagi, jika kita tidak menyikapi perbedaan pendapat dengan benar, misalnya kita merasa paling benar lalu menyatakan orang lain salah tanpa dasar argumentasi/dalil Quran dan Sunnah, maka bisa-bisa kita terjerumus ke jurang syirik. Selain itu, saling menyalahkan hanya akan menimbulkan dosa lain, yakni rusaknya ukhuwah Islamiyah. Wallahu a'lam.

Senin, 15 Januari 2018

3 Nasihat Agung Malaikat Jibril AS

3 Nasihat Agung Malaikat Jibril AS
Oleh: Riki Sutiono (Dosen STAIN Bengkalis)


Mengawali Tulisan ini, mari kita simak sebuah hadis mulia yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id bahwasannya suatu ketika malaikat jibril as pernah datang kepada Rasulullah SAW kemudian ia berkata:
يَا مُحَمَّدُ ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزيٌّ بِهِ
“Ya Muhammad, hiduplah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mati, dan cintailah siapapun yang engkau mau tapi engkau akan berpisah dengannya, dan berbuatlah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mendapatkan balasannya”
Hadits di atas mengandung tiga nasihat agung, yaitu: Yang Pertama adalah: عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ (hiduplah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mati). Sebagian ulama’ berkata bahwasannya kalimat ini merupakan sebuah ancaman dan peringatan, yang menegaskan bahwa  kita semua akan mati, dan hal ini sudah ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang berbunyi:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَتُ المَوْت
“Setiap yang bernyawa pasti akan mati” (QS. Al-Ankabut: 57)”
Pertanyaan selanjutnya bagi kita  adalah: Sudah siapkah kita untuk menghadapi kematian? sudah siapkah kita untuk menghadapi Dzat yang Maha kuasa? Bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadapi persidangan-Nya? Apakah bekal harta, pangkat dan kekuasaan, anak-anak kita yang sukses, istri kita yang cantik, atau gelar kesarjanaan yang menempel di nama kita, apakah  itu yang kita persiapkan untuk menghadapi persidangan Dzat yang Maha adil?
 Sungguh kita akan rugi besar jika hanya itu yang kita persiapkan untuk menghadapi pengadilan-Nya, bahkan kita akan celaka karenanya. Karena sesungguhnya Bekal terbaik bagi manusia untuk menghadapi persidangan Allah SWT ialah Hanya Taqwa. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah: 197
وَتَزَاوَدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ زَادِ التَقْوَى
“Berbekallah kamu karena sebaik-baik bekal adalah taqwa”
Pesan yang kedua adalah وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ (dan cintailah siapapun yang engkau mau karena sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya).
            Makna pesan kedua ini adalah kita boleh mencintai siapapun yang kita mau, apakah itu mencintai istri kita, mencintai anak kita,  mencintai orang tua kita, mencintai sahabat kita, mencintai saudara mara kita, bahkan mencintai harta benda kita sekalipun, namun perlu kita ingat bahwa suatu saat nanti kita akan berpisah dengannya. Dan perpisahan itu terbagi menjadi dua, pertama perpisahan yang bersifat selamanya yaitu berupa kematian, apatah itu perpisahan kita dengan orang tua kita, anak istri kita, keluarga saudara kita, tetangga kita dan lain sebagainya. Perpisahan Kedua adalah  perpisahan bersifat sementara, misalnya perpisahan kita dengan rekan sekerja  yang mendapat tugas di tempat lain. Dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang beriman kepadaNya, hendaknya di dalam setiap  mencintai siapapun dan apapun itu, Cintailah sewajarnya saja. Jangan sampai kecintaan kita melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT. Karena salah satu ciri orang yang beriman adalah dia sangat mencintai Allah SWT melebihi kecintaan dia kepada istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, dan yang lainnya.
Dan nasihat Jibril yang terakhir yang ketiga adalah وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُجْزِيٌّ بِهِ (dan berbuatlah sesukamu, sesungguhnya engkau akan dibalas dengannya).
Pesan terakhir malaikat jibril kepada Rasulullah ini merupakan sebuah pesan dan peringatan yang besar tentunya bagi kita selaku umatnya Rasulullah SAW, bahwasannya kita sebagai manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia ini. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah SWT di dunia ini, sehingga manusia diberi kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk Allah SWT yang lain. Kesempurnaan manusia itu dibuktikan karena manusia dianugerahi otak yang mampu berfikir sehingga manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Pada hakikatnya Inilah perbedaan yang mendasar yang membedakan antara manusia dengan binatang. Dengan Akalnya manusia dituntut untuk berfikir dahulu sebelum dia melakukan suatu amalan ataupun perbuatan, Dengan Akalnya manusia dituntut untuk berfikir dahulu sebelum dia mengucapkan sesuatu dari lisannya kepada orang lain, apakah ucapan dan perkataan yang kita sampaikan itu menyakiti perasaan hati orang lain ataupun tidak.
Karna tidak dipungkiri betapa banyak manusia celaka disebabkan dikarenakan lidahnya, misalnya ada manusia yang  menganggap dirinya memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi sehingga seenaknya saja kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya menyakiti dan melukai hati dan perasaan bawahannya. Ada manusia yang menganggap dirinya kaya sehingga dengan lancangnya ia menghina dan mencaci maki tetangganya, merasa tidak butuh dengan tetangganya, dan juga ada manusia yang beranggapan dirinya paling senior paling tua paling berilmu sehingga orang lain harus tunduk patuh dan menghormatinya.
Bukankah kita ingat, bahwa manusia dihadapan Allah itu sama, mau ia kaya, miskin, punya jabatan, pengangguran semua sama di mata Allah SWT, hanya satu yang membedakan yaitu Ketakwaannya.

Sekali lagi, وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُجْزِيٌّ بِهِ (dan berbuatlah sesukamu didunia ini, maka sesungguhnya engkau akan dibalas dengannya). Kita tanam kebaikan di dunia ini, maka kebaikanlah pulalah yang akan kita panen nantinya. Dan sebaliknya, bila kita tanam keburukan dan kejahatan di dunia ini, maka tunggulah kehancuran dan kesengsaraan akan menghampirimu nanti. Wallahu A’lam…

Kamis, 11 Januari 2018

FILOSOFI HUJAN


Oleh:
 Riki Sutiono
(Dosen STAIN Bengkalis)


            Akhir-akhir ini langit semakin istiqomah untuk memercikkan air ke permukaan bumi yaitu berupa hujan. Seakan-akan langit ingin melihat bumi ini basah, adem, dan memberikan kesegaran kepada seluruh kehidupan yang ada dibumi. Berbicara tentang hujan, tergerak difikiran penulis untuk mengungkap tentang apa sebenarnya hakikat atau Filosofi dari fenomena hujan ini. Pernahkah memikirkan hal-hal baik dari datangnya hujan? Kita pasti sering gembira jika hujan datang setelah kemarau panjang. Sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari dari hujan. Pelajaran tersebut akan berguna untuk hidup kita agar lebih rendah hati dan semangat menjalani hidup hari-hari. Berikut filosofi dari hujan:
Meski jatuh berkali-kali, hujan gak pernah menyerah, Pernahkah kita sadar kalau hujan itu turun dan jatuh terus. Dari hal itu kita bisa belajar bahwa hujan tetap mencoba meskipun jatuh berkali-kali. Hujan terus turun tanpa menyerah dan itu bisa menjadi pelajaran yang bagus buat kita. Kita harus selalu kuat dan tabah untuk mencapai sesuatu.
Hujan turun setelah kemarau panjang. Bukankah kesabaran adalah kuncinya?
Masih ingat dengan kemarau yang berkepanjangan? Bagaimana kalau kemarau itu datang tanpa diselingi oleh hujan. Bumi akan menjadi kering dan tak seindah yang kita tahu. Beruntung bahwa hujan datang setelah kemarau panjang. Kehidupan jadi jauh dari kesulitan dan kesengsaraan. Kita sebaiknya dapat menjadi penolong atau paling tidak penghibur untuk orang yang benar-benar membutuhkan kita. 
Hujan bisa memberi rasa dingin. Setelah panas seharian, hujan turun membasahi bumi. Cuaca menjadi berubah dan hawa menjadi dingin dan nyaman untuk beristirahat. Semoga dengan menyadari sifat hujan, kita jadi ingat untuk tidak terus memenuhi amarah melainkan lebih bersifat santai menghadapi sesuatu.
Hujanpun bisa marah. Kalau manusia gak bisa “ramah”. Seperti manusia hujan yang juga bagian dari alam bisa marah. Ketika benar-benar tidak ada lagi yang peduli dengan lingkungan sekitar. Hujan turun dengan derasnya yang terkadang membawa bencana. Sebaiknya kita menyadari sesuatu bahwa manusia punya amarah alangkah baiknya jika kita bisa menjaga perasaan satu sama lain.
Bau hujan itu menyenangkan. Sederhana dan menenangkan. Ini bagian yang banyak belum disadari orang. Saat hujan turun ke bumi dan membasahi tanah, maka aroma hujan akan tercium. Baunya sangat menyegarkan dan itu adalah bau hujan. Di dalam hidup, sebaiknya kita belajar untuk menjadi orang yang menyenangkan. Semua orang pasti merasa senang dengan sifat-sifat orang yang menyenangkan.
Hujan datang untuk menyejukkan bumi. Bermanfaat bagi material lain. Meskipun hujan kadang tidak datang, tetapi kedatangan hujan sangat penting. Hujan turun untuk memberikan kesejukan bagi kehidupan manusia di bumi. Sebaiknya kita belajar seperti hujan yang datang dan muncul untuk membawa dan berbagi rasa senang.
Hujan turun karena tahu bumi membutuhkan. Hujan turun disaat bumi memang benar-benar membutuhkannya. Setelah kemarau panjang, hujan tetap akan turun untuk menghijaukan bumi. Kita juga bisa menjadi seperti hujan yang siap membantu teman atau keluarga yang membutuhkan bantuan kita.
Banyak orang mengeluh karena hujan. Tapi hujan tetap datang tiap tahunnya.
Meskipun beberapa orang yang mengeluh karena hujan turun, hujan tetap turun. Hal ini pelajaran buat kita bahwa selama itu baik kita tidak perlu takut untuk melakukan sesuatu. Bahkan kita sedang melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Jangan berhenti hanya karena beberapa orang tidak suka.
Hujan itu tidak kenal waktu. Hujan turun memang tidak kenal waktu dan mengerti apa yang sedang dilakukan manusia. Hujan adalah anugerah dari yang kuasa. Maka dari itu kita juga seharusnya dapat menerima hujan dan hal baik datang tanpa memaksakan waktu sesuai dengan yang kita inginkan.
Semoga pelajaran hidup dari hujan diatas bermanfaat buat kita semua. Pada intinya, kita sebaiknya banyak melihat hal-hal disekitar kita dengan cara yang positif. Dengan begitu, kita akan lebih bersyukur dan bahagia dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu Alam.




JURNAL RIKI SUTIONO

  “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM’S ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FIQIH SISWA KELAS VII MTS MASMUR ...